Body Weapon

Aku memandangi poster dengan namaku yang tertulis sangat kecil di sana, Director Annabella Maharani. Projek film pertamaku yang menentukan nasib karirku di industri per-film-an. Lama aku memandangi dengan penuh senyum kepuasan dan bangga akan kerja keras, lalu pintu apartemenku terbuka, terbanting tertutup diikuti bayangan seseorang berjalan terpantul di dinding. Seseorang itu membanting tubuhnya di sofa dengan selimut dan bantal tak beraturan, tanda telah dipakai untuk tidur.

“Ha, sebuah komedi dia menunjukkan habis melakukan itu. Mengatakan di depan gue! Menyebalkan sekali!”

“Lagipula dia melakukan dengan pasangannya, sudah seharusnya. Kenapa harus merasa kesal?” aku  mencoba menetralisir perasaannya dengan menggiring fakta.

Seseorang itu berjalan ke arah lemari pendingin dan terdengar suara desis dari minuman kaleng yang bertemu dengan oksigen. Ia menyodorkan satu minuman kaleng kepadaku, “Cheers” menyundul minuman yang terpaksa aku terima tanpa aba-aba.

“Betul, hanya saja kenapa harus dikatakan? Gue ngga nanya, dia cuma sedang pamer. Bilang aku diterkam,” seseorang itu terus mengoceh tentang kekesalannya, menyeringai kesal. “Kita itu seminggu nggak ketemu. Udah untung jiwa usil gue ngga keluar. Bayangin kalau gue tiba-tiba call dia bilang kalau gue hamil? Mau apa dia?”

Aku paham betul perasaannya, aku meneguk sedikit demi sedikit mencoba menikmati kandungan etanol meresap ke tubuhku perlahan. “Gue tebak dia bakalan marah banget, kaya waktu itu. Lo nangis sesegukan karena dia bilang untuk ngga ngehubungin dia lagi. Pacaran aja ngga tapi putus,” aku sedikit menertawakan komedi kehidupan yang sayangnya dialami sahabatku sendiri.

“Ssttt, ngga usah dijelasin. Gue inget banget” katanya sambil menunjuk kepalanya. Menggambarkan kenangan buruk itu masih terpatri sangat jelas di isi kepalanya. “Tapi, gue jadi kepikiran deh. Kayanya perempuan itu sengaja “menerkam” dia”

“Gue tahu banget karakter dia itu kaya nerima aja, can’t be a dominant. So, ketika dia bilang diterkam gue percaya, gue malah ketawain. Tapi, ada satu hal yang mengganggu pikiran gue,”

“What’s that?”

“Kejadian yang lo sebutin barusan,”

“Ya, kenapa?”

“Artinya perempuan itu tahu dong kalau cowok dia itu, you know, ada yang nungguin. Jadi, untuk agar cowoknya ngga beralih mulai lah si perempuan ini try hard to get his attention with hm sexual act. Merasa terancam?" katanya setengah tidak yakin.

“You said, they never do that,”

“Kamu pikir when people got naked, mereka ngga ngapa-ngapain? Eventhought there’s no intercourse but…”

“Okay, stop. I got your point,” aku malah membayangkan aktivitas seksual dengan mantanku. Sial, pengaruh dari minuman mulai nampak.

“Jadi gue tahu kenapa perempuan itu melakukan itu. Dalam hati, gue cuma bilang ‘girl, gue ngga cemburu. Karena gue cuma pinjem cowok lo sampai hmm sampai waktu yang tidak ditentukan. Abis itu kalian mau menikah, I don’t give a fuck,’”  aku hanya geleng-geleng kepala dengan pemikiran sahabatku.

Aku tepuk tangan, walaupun tidak membenarkan namun peperangan antar wanita selalu menarik. Seperti filmku yang akan tayang lusa. Ah, kompetisi perempuan yang tidak mau saling mengalah. Kalah adalah suatu cacat yang seharusnya tidak didapatkan.

“Wait, kenapa lo bisa berasumsi kalau perempuan itu bersikap seperti itu karena merasa terancam?” di tengah usahaku untuk tetap sadar dari serangan etanol di kaleng ketiga tiba-tiba aku merasa penasaran kenapa sahabatku memiliki pemikiran seperti itu.

“Karena dulu gue pernah ngalamin itu. Remember with Ramses? I tried hard to make him stay. Gave my body. Padahal dulu gue ngga selalu in the mood, tapi yaaa daripada dia ketemu ceweknya mending gue keep dia with some naked treat.”

Damn, perempuan ini ngga waras!

“Lo gila, Karina!”

“Gue ngga mau kalah lagi, An! Gue udah cukup mengalah dengan dia ngga jadiin gue pacarnya and go public. Gue udah me-nga-lah,”

“I think that you should stop use sex as a weapon!” aku memperingatkan dia.

“Hey, lo harusnya ngomong ini sama perempuan itu. Gue ngga pernah keep cowo lagi biar ngga kemana-mana,”

Mataku sudah sangat berat, “bagussss” aku memberikan jempol lalu aku tidak ingat pembicaraan apalagi setelah itu.

 

Selesai.

Komentar

Postingan Populer